
Sebulan terakhir ini teror begal menyebar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Aksi begal yang kebanyakan dilakukan anak muda usia sekolah, tidak lagi segan-segan melukai, bahkan membunuh korbannya.
Hingga saat ini, menurut Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Metro Jaya Irjen. Unggung Cahyono, sudah tujuh pelaku yang ditembak hingga tewas. Selain itu, dari para pelaku polisi menyita barang bukti 120 sepeda motor dan 21 mobil hasil curian. Polisi juga turut mengamankan 14 pucuk senjata api berupa 12 unit senjata rakitan, satu senjata air soft gun, satu unit senjata organik, serta 140 buah senjata tajam. “Mereka tak segan menyakiti korbannya yang melawan. Bahkan, anggota juga ada yang terkena tembakan pelaku saat melakukan pengejaran,” katanya usai gelar perkara kasus teror di Markas Kepolisian Resor Kota Bekasi Kota, Kamis, pekan lalu.
Dari 29 tersangka yang ditangkap, sebanyak 12 di antaranya berasal dari Sumatera. “Pengejaran dilakukan aparat hingga lokasi asal para pelaku. Pelaku asal Sumatera ini beraksi hingga 11 tempat kejadian perkara di Depok dan Tangerang,” kata Unggung kepada Ade Nyong dari SINDO Weekly. Pelaku asal Sumatera ini, dikenal sebagai kelompok Lampung.
Kebanyakan pelaku begal yang beraksi di wilayah Jakarta Barat, menurut Wakapolres Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Bachtiar Ujang Purnama, merupakan pemain lama, tetapi belum pernah tertangkap. Untuk melancarkan aksinya, para pelaku membawa satu bilah senjata tajam dan senjata api. “Itu yang akan menjadi pertimbangan para hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada pelaku kejahatan,” katanya.
Salah satu pelaku yang berhasil ditangkap dalam operasi tersebut, ialah Maulana Yusuf. Ia mengaku, sudah dua kali menjalankan aksinya. Menurut Yusuf pula, aksi kejahatan selalu dilakukan pada malam hari saat jalanan sudah sepi. “Saya Selalu berhasil kalau lagi beraksi,” katanya.
Namun, ada juga yang apes seperti yang dialami Herdiansyah alias Pelo (22), pelaku begal yang dibakar massa, Selasa dini hari pekan lalu, di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan. Ia dan lima orang kawanannya, U, NH, PD, NV dan DN, saat hendak membegal Wahyu Hidayat (22) memboncengi Sri Astriani (20), mendapat perlawanan. Ketika pedang samurai yang ditebaskan Pelo ke arah Sri, pedang itu spontan ditangkap Sri, hingga akibatnya Pelo jatuh. Setelah Sri berteriak-teriak, singkat cerita, Pelo pun dihakimi masaa hingga akhirnya dibakar hidup-hidup.
Begal nahas, juga dialami Cecep Saidin (36) yang tewas dihakimi massa, setelah gagal membegal seorang ibu di kawasan pertigaan Volvo, Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Ahad lalu. Para begal yang mengendarai motor matic Yamaha Mio berwarna hitam itu, ketika melakukan aksinya, mendapat teriakan maling dari sang ibu sehingga mengundang massa, yang lalu mengepungnya. Tiga orang begal kabur, tertinggal Cecep yang kemudian dikeroyok hingga kritis, dan akhirnya tewas di Rumas Sakit Polri Kramat Jati.
Aksi begal motor itu, paling tidak dari 25 Januari hingga Februari 2015, telah menelan 20 orang korban. Para korban itu di antaranya; Nur Cholis dibegal di kawasan Jembatan Besi, Jakarta Barat, Bambang Syarif (23), Suzuki Satria miliknya digasak begal di Jalan Juanda Depok. Kemudian, Brigadir Satu M Nur Hamzah, Honda Varionya dibegal di kawasan Underpass Gandaria City, Jakarta Selatan, Hermawan sepeda motornya dibegal di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan , dan Kartumi dengan kerugian Yamaha Yupiter MX dibegal di kawasan Krukut Limo, Depok.
Kaderisasi Kejahatan
Dari beberapa kejadian pembegalan di Depok, Kepolisian Resor Depok menangkap tiga anggota komplotan begal yang sering beroperasi di Kota Depok, Ahad lalu. Ternyata, ketiga begal itu adalah remaja yang masih berstatus pelajar. Hal itu, menurut kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Achmad Hisyam, adalah salah satu bentuk yang belakangan menunjukkan peningkatan kualitas kejahatan. Aksi begal tidak lagi segan-segan melukai, bahkan membunuh korbannya.
Aksi tersebut, lanjut Hisyam, merupakan hasil meniru tindak-tindak kejahatan yang sebelumnya sudah dilakukan. Dengan kata lain, begal merupakan tindakan yang memiliki “kaderisasi”. “Begal ini kan bukan barang baru, sedari dulu sudah ada. Yang ada sekarang, pelakunya hanya meniru yang sudah-sudah,” katanya.
Untuk menghentikan aksi biadab ini sambung Hisyam, dibutuhkan intervensi pihak yang berwajib. Intervensi bukan hanya dilakukan secara penegakan hukum, melainkan juga memberikan solusi terhadap alasan utama mereka menjadi begal. “Alasannya biasanya karena tuntutan ekonomi dan mental yang sudah melihat kejahatan sebagai hal yang umum,” katanya. [MAN/OKE]