SUARA BEKASI, Cikarang Pusat: Pernyataan Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bekasi, Jalika, yang mengatakan kalau semua yang diberitakan di media tak perlu dihiraukan, mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan dan dituding telah melecehkan media.
Pernyataan bernada sinis tersebut dilontarkan Jalika menjelang berakhirnya rapat Komisi D bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bekasi, di ruang Komisi D, Selasa (3/2) siang.
“Semua yang ditulis atau pun diberitakan di media, anggaplah angin lalu,” kata Jalika dalam kesempatan rapat tersebut.
Entah apa maksud dan tujuannya. Di depan forum rapat resmi yang dihadiri Kepala Dinas Kesehatan dan jajarannya serta 9 anggota Komisi D yang hadir, Jalika mengeluarkan kata-kata yang tidak semestinya diucapkan oleh seorang anggota dewan yang terhormat.
Hal itu tentu saja memicu kontroversi, terutama bagi awak media yang kebetulan meliput agenda rapat tersebut.
Seperti yang dikatakan wartawan KPK, Ongen (35). Dirinya mengaku geram saat mendengar pernyataan seperti itu keluar dari mulut anggota dewan yang terhormat, terlebih sekelas Ketua Komisi D.
“Tak pantas ia (Jalika) berkata seperti itu. Memangnya kami siapa, sampai dilecehin seperti itu,” tukas Ongen, kepada wartawan, Selasa (3/2).
Ongen pun merasa heran, apa tujuannya seorang Ketua Komisi D berkata seperti itu. Menurutnya, apakah tidak ada sikap dan ucapan yang lebih baik dari seorang wakil rakyat ketimbang mencemooh orang.
“Sengaja lecehkan kami (media) atau karena ingin mencari muka di depan Kepala Dinas,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Bekasi, Uchok Sky Khadafi, mengatakan, pelecehan terhadap jurnalis bisa dikenakan pasal perbuatan tidak menyenangkan, yakni pasal 335 ayat ke 1 KUHP.
Pernyataan ‘dianggap angin lalu’ adalah pelecehan terhadap profesi yang tidak menyenangkan sekali. Sebagai pejabat publik, kata Uchok, anggota dewan tersebut tidak pantas mengucapkan kata-kata seperti itu.
“Tak pantas keluar dari mulut anggota dewan. Terlebih dia pimpinan di Komisi D. Laporin aja tuh orang,” ketusnya.
Sebagai pejabat publik, kata Uchok, seharusnya ia mampu tempatkan posisinya di tengah jurnalis yang tugasnya sebagai pengawasan.
Profesi jurnalis dilindungi oleh UU. Akan lebih baik anggota dewan tersebut segera meminta maaf agar persoalan ini tidak panjang.
“Baiknya, anggota dewan itu segera meminta maaf. Disadari atau tidak, ia butuh media sebagai komunikasi dengan rakyat,” tandas pria yang juga menjabat Direktur Investigasi dan Advokasi pada Forum Indonesia untuk Transfaransi Anggaran (FITRA).
Hal senada dikatakan Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Dosen Unisma, Yayan Rudianto. Dia mengatakan, siapa pun yang menjadi sumber berita untuk konsumsi publik, tentunya harus mampu merepresentasikan pihak atau orang yang terpercaya bahwa ucapannya mengandung berita penting dan konstruktif untuk audiensnya.
Terlebih bagi wakil rakyat, dengan jabatannya, bisa menyampaikan ide-ide pembangunan kepada konstituennya.
“Dari banyak media, koran masih sangat efektif untuk menghadirkan suasana pembangunan ke tengah masyarakat. Jadi, anggota dewan bersahabatlah dengan wartawan, demi masyarakat,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi, Jalika mengaku kalau itu pribadi. Ia pun meminta agar rekan-rekan media tidak usah tersinggung.
“Temen-temen, walaupun bagaimana kita manusiawi. Selaku Ketua Komisi D, saya juga harus bertindak arif dan bijak, tapi kalau temen-temen punya temuan Dinkes, hantam-hantam aja,” tandasnya. [DIK]