SUARA BEKASI, Cikarang Pusat: Penyelesaian masalah aset di Kabupaten Bekasi dari tahun ke tahun tidak kunjung tuntas. Begitu juga dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat selalu disertai catatan masalah pengelolaan aset daerah.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi, Aep Saepul Rohman, mengatakan bahwa persoalan aset yang dimiliki Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi hingga saat ini masih rancu. Terutama dari LHP BPK RI dari sisi keuangan maupun kinerja dalam mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Hingga hari ini saat rapat dengan jajaran bidang aset, semua masih terlihat rancu terutama dari hasil penilaian LHP BPK RI,” ujar Aep Saepul Rohman, saat berbincang dengan Suara Bekasi, di kantornya, Selasa (31/3/2015).
Aep menilai, persoalan aset yang dimiliki Pemkab Bekasi sepanjang tahun selalu menemui catatan dari BPK RI.
Setelah ditelusuri penyebab dari temuan tersebut, adalah tidak validnya data yang dimiliki Pemkab Bekasi terhadap keberadaan aset, baik yang berbentuk bergerak maupun tidak bergerak sehingga tetap menjadi pantauan instansi terkait.
Dijelaskannya, persoalan yang menjadi temuan BPK RI adalah aset Tanah Kas Desa (TKD) berupa tanah bengkok yang sampai hari ini keberadaan aset tersebut masih tercatat dalam inventaris kekayaaan daerah.
Sekira 80 persen belum disertifikasi dan belum dimasukkan kedalam kekayaan daerah yang pada akhirnya selalu menjadi sorotan BPK RI setiap tahun.
“Seharusnya, kaitannya dengan kekayaan desa dan kekayaan daerah dipisah. Sehingga setiap laporan tahunan yang disampaikan tidak selalu menjadi sorotan akibat masalah aset yang tidak kunjung tuntas,” tegas politisi PDI Perjuangan ini.
Pria yang tinggal di bilangan Kedungwaringin ini membeberkan, kekayaan aset daerah dan aset desa mestinya harus dipisahkan betul oleh Pemkab Bekasi.
Untuk aset daerah dikelola oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA). Sedangkan untuk kekayaan desa berupa tanah TKD dikelola oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD).
“Jadi nanti kedepannya persoalan aset harus dipisahkan betul agar tidak lagi menjadi temuan dalam LHP BPK RI,” tukasnya.
Aep menambahkan, Bupati Bekasi harus memperhatikan dan menyikapi secara serius persoalan aset, baik yang ada di kabupaten maupun Kota Bekasi.
Menurutnya, di Kota Bekasi saja ada sekira 39 hektar lahan milik Pemkab Bekasi. Bahkan, Kabupaten Bekasi sendiri belum menerima banyak manfaat dari kepemilikan aset yang ada di Kota Bekasi.
Pihkanya berharap, dengan adanya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) baru memiliki konsep atau desain dalam membuat progres aset. Apakah itu mau dikerjasamakan dengan pihak ketiga atau dijual begitu saja dengan pihak Pemkot Bekasi.
“Penataan aset harus menjadi progres Bupati Bekasi agar kedepannya tidak lagi ada temuan atas keberadaan aset yang belum dimasukkan kedalam data base kepemilikan aset,” demikian Aep Saepul Rohman. [DIK]