DEPOK – Rencana pejabat negara akan mendapatkan tunjangan uang muka (down payment/DP) untuk pembelian kendaraan menuai kontroversi. Nilainya naik 80 persen dari Rp116 juta menjadi Rp210 juta.
Pengamat Sosial Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan, apapun kebijakan yang dihasilkan oleh DPR termasuk perihal tunjangan dan lainnya pasti akan mempengaruhi kredibilitas DPR sebagai lembaga.
Namun sayangnya, kata Devie, DPR selalu mengatakan bahwa seluruh kebijakan yang dihasilkan atas nama dan demi kepentingan publik.
“Salah satu unsur penting dalam menjaga kredibilitas ialah apakah sang komunikator dalam hal ini DPR dapat dipercaya (trustworthy) karena menyampaikan sesuatu sesuai dengan apa yang dilakukannya (say what you do and do what you say). Dengan adanya kebijakan seperti anggaran tunjangan kendaraan, tentu saja bertolak belakang, paradoks antara sikap dan perbuatan,” tukas Dosen Vokasi UI ini.
Devie menilai DPR sebagai sebuah sistem, tentu memerlukan dukungan dari sub sistem lainnya dalam negara. Ia melanjutkan ketika masyarakat, LSM, media dan lainnya, yang menjadi sub sistem bernegara lain tidak mendukung kebijakan anggota dewan, tentu saja, kebijakan dewan tidak akan pernah efektif berjalan sebagaimana mestinya.
“Seharusnya yang dilakukan oleh DPR ialah membangun hubungan dialogis dan berempati dengan kondisi yang ada di publik,” jelasnya.
Caranya, kata dia, DPR harus senantiasa mencari dukungan nyata publik terhadap kebijakan – kebijakannya. DPR, lanjutnya, juga memperlakukan publik lainnya bukan sebagai bawahan atau orang luar, melainkan sebagai partner, mengingat di era modern saat ini, setiap individu berpeluang mengeluarkan suara dan berinteraksi dengan individu lainnya tanpa batas ruang, waktu dan otoritas.
“Selayaknya DPR selalu melakukan konfirmasi dan validasi kepada publik, apakah kiranya rencana kebijakan mereka sudah sesuai dengan harapan publik,” tutup Devie. (oke)