SUARA BEKASI, Cikarang Pusat: Ratusan massa dari berbagai organisasi umat Islam yang terdiri dari FPI, FUI, Fukhis serta Majelis Taklim se-Kabupaten Bekasi, geruduk Perkantoran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, Rabu (10/6/2015).
Dalam orasinya, mereka meminta kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk bersikap tegas dalam menegakkan aturan menyongsong datangnya bulan suci Ramadan 1436 Hijriyah yang tinggal seminggu lagi.
Koordinator aksi, KH. Kosim Nursehah, mengatakan bahwa aksi unjuk rasa (unras) umat Islam untuk menuntut ditegakkannya aturan terhadap keberadaan tempat hiburan malam (THM) yang ada di Kabupaten Bekasi.
“Bekasi tidak boleh ada tempat maksiat. Kami menolak Perda Pariwisata yang memberikan surat izin tempat hiburan malam,” ujarnya.
Ia mengatakan, Bupati Bekasi dan aparat Kepolisian harus segera turun ke lapangan langsung menutup THM yang beroperasi dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan.
Menurutnya, Bupati sebagai penguasa tertinggi di Kabupaten Bekasi harus berani bertindak, dan jangan sampai masyarakat turun tangan sendiri untuk menertibkan THM yang ada di Kabupaten Bekasi.
Selama ini, kata KH. Kosim, pembiaran terhadap THM di Kabupaten Bekasi masih berlangsung. Pihaknya juga mempertanyakan visi misi Agamis yang digadang-gadang Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Pihaknya meminta Pemerintah Daerah tidak hanya gertak sambal. Namun mampu membuktikan dengan ketegasan yang dimiliki jika memang masih peduli dengan masyarakatnya.
”Kalau Bupatinya yang turun langsung menutup THM, pasti yang lain bakalan pada nurut. Kalau kami yang turun khawatir justru hukum rimba yang berlaku,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Daris, yang bersedia menemui para pengunjuk rasa, mensinyalir adanya ketidakkeberesan di ranah Dinas Pariwisata yang memberikan rekomendasi THM.
“Manipulasi izin restoran banyak yang menyalahi aturan. Namun dalamnya campur aduk. Ada perempuan, minuman dan maksiat,” tuturnya.
Masih kata Daris, Perda nomor 7 tahun 2007, harus diatur sedemikian rupa mana saja yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan.
Pasalnya, banyak restoran yang beroperasi namun patut diduga melanggar aturan. Salah satunya, kata dia, adalah perizinan menjadi tempat maksiat.
“Kalo bisa ditutup kalo memang benar tempat maksiat. Kalo sekarang saya gerah terhadap Perda nomor 7 tahun 2007,” tegas Politisi Gerindra ini.
Lebih jauh ia menjelaskan, saat ini pihaknya berusaha melawan pengembang-pengembang nakal yang menjual rumah tidak memandang bulu.
Banyak yang digunakan menjadi tempat bisnis panti pijat, bahkan mudah membukanya jika mengantongi uang.
“Pengembang banyak yang membangun tetapi tidak memikirkan puskesmas, rumah ibadah. Ini menjadi masalah untuk Pemkab Bekasi,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Kapolresta Bekasi Kabupaten, Rickynaldo Chairul, mengatakan bahwa pihaknya hanya mengikuti instruksi dan mendukung kebijakan pemerintah.
“Saya juga maklum, saya ikut perintah dari pemerintah. Masalah Perda kami hanya membantu satpol pp,” tukasnya.
Ia menambahkan, Kepolisian sangat mengapresiasi penertiban serta penutupan THM selama bulan suci Ramadan, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di masyarakat. Bahkan, Kepolisian siap untuk membantu jika memang dibutuhkan dalam pengamanan.
“Saya siap mendukung pemerintah, jika di Kabupaten Bekasi melarang minuman keras,” tandasnya. [DIK]