SUARA BEKASI, Cikarang Pusat: Kisruh munculnya ‘Surat Sakti’ SK Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin No. 821.2/Kep.580-BKD/2014 tanggal 3 Nopember 2014, tentang pemberhentian Jeppi Hendra dari jabatan struktural eselon II.b di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi, telah mengundang sejumlah tokoh angkat bicara. Mulai dari lembaga swadaya masyarakat, pengamat pemerintahan, politisi hingga akademisi.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidaritas Nasional Intelektual Peduli Rakyat (SNIPER), mensinyalir terbitnya Surat Keputusan (SK) Bupati Bekasi tersebut dibuat tanpa ada persetujuan terlebih dahulu dari unsur pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi.
Jika hal itu ternyata benar dilakukan oleh Bupati Neneng Hasanah Yasin, menurutnya tindakan tersebut dapat dikatagorikan sebagai sebuah bentuk pembangkangan terhadap produk Undang-Undang (UU).
“Bupati tidak ada hak sekalipun Jeppi Hendra memberikan surat pengunduran diri. Tetap harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi untuk pemberhentian jabatan sekretaris DPRD,” tegas Ketua LSM SNIPER, Gunawan, saat berbincang dengan Suara Bekasi, di Cikarang, Selasa (24/3/2015).
Ia menilai, Bupati Neneng mestinya dapat lebih selektif dalam menanda tangani SK yang dibuat oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) yang memberi jabatan rangkap dua.
Tak hanya itu, dalam pembuatan administrasi surat menyurat pun BKD jangan asal copy paste (copas, red), sehingga menimbulkan kesan tidak profesional dan teledor.
“Seharusnya Bupati mempertahankan Jeppi terlebih dahulu dari posisinya. Kalau seperti ini Bupati sudah ceroboh dan arogan. Padahal, ada beberapa jabatan OPD yang masih kosong seharusnya bisa dilakukan alih jabatan, bukan malah memberhentikan status jabatan struktural eselon II.b-nya,” tutur pria yang tinggal di bilangan Cikarang Timur ini.
Masih menurut Gunawan, harusnya Bupati Neneng melakukan penempuhan prosedur terlebih dahulu, yaitu melalui mekanisme persetujuan pimpinan DPRD Kabupaten Bekasi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 Pasal 420 ayat (2).
“Sekretariat DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris DPRD kabupaten/kota yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan bupati/walikota atas persetujuan pimpinan DPRD kabupaten/kota,” beber Gunawan mengutip Pasal 420 ayat (2).
Pria yang kabarnya sudah melakukan umroh ke tanah suci ini mengutarakan, jika Bupati dalam menerbitkan SK dimaksud tidak melakukan mekanisme sebagaimana amanat UU tentang MD3, hal itu sudah bersifat pidana dan kesewenang-wenangan Bupati Bekasi atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga, sambung dia, pihak-pihak yang berkeberatan dan dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Begitu juga dengan DPRD Kabupaten Bekasi, harus melakukan langkah-langkah politiknya dengan memanggil Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
“Jika dari hasil penyelidikan terbukti bahwa Bupati Bekasi telah melanggar Undang-Undang, maka DPRD harus merekomendasikan keputusan politiknya ke Pemerintah Pusat untuk pemakzulan Bupati Bekasi,” tandasnya. [DIK/MAN]