SUARA BEKASI, Cikarang Pusat: Hari Jadi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) ke-65 tingkat Kabupaten Bekasi yang digelar Kamis (30/4), justru diselimuti keprihatinan dan cobaan berat terhadap kasus yang menimpa Jajaran Satpol PP kabupaten Bekasi.
Saat ini, Kepala Satpol Kabupaten Bekasi, DJA dan kedua Personil Satpol PP, S dan D justru ditetapkan sebagai tersangka hingga ditahan dibalik jeruji besi di Mapolsek Cikarang Pusat sebagai tahanan titipan Polresta Bekasi Kabupaten.
Kejadian tersebut kini menuai pro dan kontra, bahkan menjadi banyak pertanyaan dari publik termasuk pengacara ketiga tersangka tersebut, terhadap prosedur penetapan tersangka oleh penyidik yang terkesan dipaksakan.
Kendati sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan, hingga kini pihak Jaksa Penuntut belum bisa menyatakan P 21, lantaran berkas penyidikan dianggap belum lengkap.
Pengacara ketiga tersangka, Naupal Al Rasyid, mengatakan bahwa pihak penyidik Polresta Bekasi Kabupaten dalam menangani kasus tersebut diminta jangan menghilangkan hak-hak seseorang.
“Sehingga status penetapan tersangka hingga dilakukan penahanan oleh penyidik terhadap ketiga clien dasar penahanannya lemah,” tutur Naupal kepada sejumlah awak media, di Cikarang Pusat, Rabu (29/4/2015).
Ia membeberkan, ketiga clien-nya adalah ASN Pemda Bekasi yang jelas statusnya, dan tidak akan kemana-mana.
“Jangan sampai ini menjadi prasangkaan tidak wajar, sehingga dianggap melanggar azas hukum,” tandas Naupal.
Lebih lanjut ia mengatakan, dasar penetapan ketiga tersangka hingga melakukan penahanan yang dilakukan penyidik Polresta Bekasi Kabupaten belum jelas.
Pasalnya, sampai saat ini belum ada catatan resmi dengan jumlah pasti kerugian negara dari kasus clien-nya tersebut.
Bahkan, menurut dia, clien-nya juga bingung terhadap data angka yang diduga merugikan negara yang terus berubah-berubah. Mulai dari angka Rp 700 juta, turun menjadi Rp 500 juta dan kemudian naik lagi.
Menurutnya, dari hal itu saja kelihatan sudah tidak benar. Bagaimana bisa menjadi dasar kuat bagi penyidik kalau angkanya sendiri berubah-berubah.
“Ini kan awalnya yang menjadi dasar Polisi itu masalah anggaran Ganti Uang (GU) yang dicairkan hingga 27 kali dari Januari hingga Desember 2013. Pada tahun 2014 juga sudah ada audit dari BPK, dan jauh sebelum clien kami dijadikan tersangka memang ada temuan tapi sudah dikembalikan sebesar 800 jutaan kurang lebih,” beber Naupal.
Secara logika, sambung dia, ketika 27 kali pencairan GU tanpa dasar SPJ yang jelas dan sudah melalui pemeriksaan Inpektorat dan juga BPK, tidak dianggap berarti.
Sehingga ia menganggap, kalau sudah diperiksa oleh lembaga negara dan internal Pemda, lantas apa yang menjadi dasar dan bukti kuat Penyidik dalam kasus tersebut.
“Yah engga mungkin kalau pencairan hingga 27 kali SPJ-nya tidak jelas. Dipastikan tidak akan bisa cair lagi anggaran yang dikeluarkan Bagian Keuangan Pemda. Begitu juga sudah ada hasil dari pemeriksaan Inspektorat dan BPK itu sendiri,” jelasnya.
Naupal menambahkan, pihaknya melihat tidak ada catatan yang menyatakan kerugian negara. Namun anehnya, kata dia, justru penyidik kembali mengaudit melalui BPKP, padahal sebelumnya sudah diaudit. Sehingga, menurutnya ini akan menjadi double audit dan hal itu sangat tidak dibenarkan.
“Tanpa dasar dan angka kerugian negara yang tidak nyata dan tidak ada dasar yang bisa dibuktikan. Maka demi hukum kasus ini jangan dipaksakan menjadi P 21, sehingga kasus tersangka clien kami anggap batal demi hukum,” pungkasnya. [DIK]