SUARA BEKASI, Jakarta: Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi meminta agar Komite Farmasi Nasional (KFN) dapat meningkatkan mutu tenaga kesehatan kefarmasian terutama dalam menghadapi perwujudan jaminan kesehatan semesta pada 2019 melalui pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional dan Pembangunan Kesehatan periode 2015-2019.
“Kedua kerja besar ini memerlukan dukungan tenaga kesehatan yang profesional, termasuk tenaga kefarmasian. Oleh karena itu, KFN harus sungguh-sungguh menjamin mutu tenaga kefarmasian di Indonesia,” ujar Menkes Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi saat melantik anggota Komite Farmasi Nasional (KFN) masa bakti 2014-2017 di Jakarta, Selasa (23/09/2014).
Menkes juga meminta agar setiap tenaga kefarmasian dapat mengikuti perkembangan keilmuan dan memahami prosedur penapisan teknologi kesehatan atau “health technology assessment (HTA)” dalam memilih obat dan alat kesehatan yang akan dipakai dalam pelayanan kefarmasian yang efektif dan efisien.
Aspek penapisan teknologi kesehatan dalam pelayanan kefarmasian itu diharapkan menjadi perhatian KFN masa bakti 2014-2017 dalam menjamin mutu tenaga kefarmasian.
“Jaminan mutu ini hendaknya merupakan sistem yang komprehensif sejak masa pendidikan hingga masa praktek keprofesian,” ujar Menkes.
Menkes juga meminta KFN yang baru dilantik itu untuk memperhatikan sistem pendidikan yang berkualitas dan terakreditasi untuk menghasilkan lulusan dengan mutu yang seragam antar institusi pendidikan sehingga proses penyusunan standar yang sedang dilaksanakan bersama Ditjen Dikti Kemdikbud diharapkan dapat segera diselesaikan
Komite Farmasi Nasional juga diminta untuk melakukan pengawasan terhadap setiap tenaga kefarmasian untuk mematuhi setiap peraturan yang telah ditetapkan, misalnya aturan tentang pemberian obat dan antibiotika.
Saat ini, masalah resistensi obat menjadi salah satu kekhawatiran dunia kesehatan karena dampaknya yang berbahaya karena tidak lagi efektif untuk menyembuhkan penyakit.
Menkes mengatakan masih banyak ditemukan apoteker maupun asisten apoteker yang memberikan obat tanpa resep dokter padahal hal tersebut melanggar aturan.
“Para apoteker maupun asisten apoteker banyak tidak ikut aturan, antibiotika masuk obat yang harus dengan resep dokter, tapi mereka menawarkan seenaknya. Saya mengajak seluruh masyarakat, seluruh jajaran kesehatan, seluruh jajaran kefarmasian, untuk betul-betul menaati peraturan yang ada dan memberikan antibiotika hanya pada tempatnya,” kata Menkes.
Menkes Akui Pengawasan Peredaran Obat Masih Lemah
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengakui pengawasan terhadap peredaran obat dan antibiotika di Indonesia masih cukup lemah, sehingga dikhawatirkan muncul resistensi obat yang membahayakan.
“Antibiotika hanya boleh dijual dengan resep dokter, dokter pun harus memberikan antibiotika sesuai dengan penyakitnya dan dengan dosis semestinya. Ini yang tidak terjadi, pelanggaran-pelanggaran ini sangat disayangkan. Memang pengawasan perlu ditingkatkan,” kata Menkes usai pelantikan anggota Komite Farmasi Nasional di Jakarta, Selasa (23/09).
Menkes mengatakan penelitian sudah menunjukkan bahwa makin banyak terjadi resistensi terhadap antibiotika yang membahayakan karena dapat membuatnya tidak efektif lagi untuk mengobati penyakit.
“Ini memang telah ditindaklanjuti dengan berbagai aturan tapi ternyata tidak dilaksanakan. Saya mengajak seluruh masyarakat, seluruh jajaran kesehatan untuk betul-betul menaati peraturan yang ada dan memberikan antibiotika hanya pada tempatnya,” ujar Menkes.
Edukasi masyarakat disebut Menkes penting karena banyak penyalahgunaan obat dan antibiotika itu dilakukan atas paksaan dari pasien.
Namun seharusnya dokter dan jajaran kesehatan lain tidak sembarangan memberikan obat dan antibiotika yang seharusnya menggunakan resep.
Menkes berharap organisasi profesi dapat menegakkan aturan dengan tegas kepada para anggotanya.
“Organisasi profesi harus memiliki harga diri yang tinggi dan bisa mengatakan jika ini melanggar kode etik profesi sehingga harus ditindak,” ujarnya.
Selain itu, pihak pemerintah daerah yang memiliki kewenangan penindakan juga diminta untuk dapat tegas jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan. [MAN/ANT]