Beranda Nasional Memahami Peminatan Siswa, Kesiapan Menghadapi MEA

Memahami Peminatan Siswa, Kesiapan Menghadapi MEA

0
Hadapi MEA
Memahami Peminatan Siswa, Kesiapan Menghadapi MEA (Foto: dok. Trilogi)

SUARA BEKASI, Jakarta: Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai berlaku di penghujung tahun ini disambut bersemangat oleh masyarakat. Tidak terlepas kaum muda yang turut menantikan zona pasar bebas agar dapat bersaing dengan masyarakat asing.

Namun sayang, semangat optimalisasi mempersiapkan generasi muda bangsa nampaknya belum terukir. Padahal, kalau pemerintah abai dengan anak muda, sama artinya memberikan kebebasan pihak luar menguasai bangsa.

Rektor Universitas Trilogi, Prof. Dr. Asep Saefuddin dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Guru Bimbingan dan Konseling (BK) Se-DKI Jakarta yang diadakan oleh Universitas Trilogi memaparkan, tanpa kaum muda, Indonesia akan sulit bersaing.

“Kita ingin mendengar informasi. Bagaimana generasi ke depan bisa menjadi sumber daya insani lebih baik. Kalau negara pendidikannya kurang diperhatikan dengan bagus, maka negara tersebut akan terseok-seok,” ujar Asep, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Ahad (1/2/2015).

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengajak untuk merenung sejenak, kenyataan bahwa pendidikan di negara maju justru mengadopsi model-model pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara.

“Kalau kita perhatikan di negara maju, model-model pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara itu. Itulah yang mereka gunakan sebagai model pendidikan mereka. Namun bagaimana dengan pendidikan kita?,” tanyanya.

Oleh karena itu, lanjut pakar statistik itu, jika dikaitkan dengan MEA, pertanyaan substanstif yang harus dijawab adalah apakah ini memang benar telah dipersiapkan oleh pemerintah?.

“Tidak usah kita bandingkan dengan Malaysia atau Singapura, dengan Vietnam saja kita bisa tersalip jika tidak dipersiapkan dengan optimal,” ucapnya.

Bukan tanpa sebab, Guru dari SMKN 8 Jakarta, Nila, menyatakan kekhawatirannya karena kebanyakan siswa masih memilih jurusan hanya karena ikut-ikutan.

“Pengalaman di lapangan, anak–anak lulusan SMK biasanya memang diarahkan untuk kerja. Tapi, banyak juga yang melanjutkan ke perkuliahan. Namun, mereka yang kuliah tersebut kebanyakan memilih jurusan dengan ikut-ikutan. Karena mereka masih bingung dengan apa yang akan mereka pilih,” ungkap Nila. [MAN/OKE]

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini