SUARABEKASI.ID, Jakarta Pusat – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Otda), menegaskan perbedaan istilah mengenai pelaksana tugas (plt), penjabat sementara (pjs), pelaksana harian (plh), dan penjabat (pj) kepala daerah.
Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD dan Hubungan antar Lembaga (FKDH), Akmal Malik Piliang, mengatakan dasar hukum terkait plt mengacu pada Pasal 65 dan 66, Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
Menurutnya, plt dijabat wakil gubernur, wakil bupati dan wakil wali kota. Apabila, gubernur, bupati dan wali kota di suatu daerah sedang berhalangan sementara. Otoritas wakil kepala daerah sama dengan kepala daerah.
“Harus diingat, wakil kepala daerah itu hasil proses politik,” kata Akmal Malik, di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (27/3/2018).
Baca juga: FITRA: Menteri Tjahjo Jangan Main-Main!
Sementara pjs, kata dia, istilah tersebut turunan dari Pasal 70, UU 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU.
Pada saat pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah petahana maju kembali dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), ada kewajiban untuk cuti sepanjang masa kampanye.
Sesuai Peraturan Mendagri (Permendagri) 74/2016 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara Bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, istilah pjs dulunya disebut plt.
Akan tetapi, katanya, berdasarkan Permendagri 1/2018 tentang Perubahan atas Permendagri 74/2016, kata plt berganti menjadi pjs. Hal ini bertujuan agar terdapat pembedaan antara cuti kampanye dan berhalangan sementara.
“Sesuai Permendagri 1/2018 istilahnya jadi pjs,” kata Akmal.
Lebih jauh Akmal memaparkan, salah satu poin lain yang direvisi yakni latar belakang pjs. Permendagri 74/2016 menyebutkan, pjs berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya Kemendagri atau pemda provinsi.
Kini, pjs disebutkan dari pejabat pimpinan tinggi madya/setingkat di lingkup pemerintah pusat atau pemda provinsi.
“Sejauh dia pimpinan tinggi madya/setingkat di lingkup pemerintah pusat atau pemda provinsi,” ungkap Akmal.
Dia menjelaskan, terkait istilah pj, telah diatur dalam Pasal 201, UU 10 Tahun 2016. Ketika akhir masa jabatan (AMJ) selesai, ditambah kepala daerah itu tidak cuti kampanye, maka sampai dilantik kepala daerah baru, posisinya diisi oleh pejabat tinggi madya.
Sedangkan istilah plh, menurutnya, jabatan itu diisi oleh sekretaris daerah (sekda), kalau masa jabatan kepala daerah kurang dari satu bulan.
Masih menurut Akmal, posisi pj, pjs, dan plh kepala daerah merupakan hasil dari proses administrasi. Lain halnya dengan plt kepala daerah yang bagian dari hasil politik lewat pilkada.
“Kalau sifatnya administrasi, pejabat administrasi negara yang berhak menjabat. Misalnya dari institusi kepolisian, tentara, dan aparatur sipil negara,” tegasnya.
Dia menambahkan, pejabat adalah pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting. Sedangkan penjabat adalah orang yang melakukan jabatan orang lain untuk sementara.
“Oleh karena itu, orang yang memegang jabatan tetap disebut pejabat. Sebaliknya, yang memangku jabatan dalam waktu sementara disebut penjabat. Sehingga, Penjabat sementara disingkat Pjs,” pungkas Akmal. [MAN/RYN]
Sumber: Kemendagri