JAKARTA – Penangkapan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, semakin menegaskan tergerusnya wibawa Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai kepala negara sekaligus panglima tertinggi.
Pasalnya, beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi menginstruksikan kepada KPK dan Polri agar saling menghormati dan tidak melakukan upaya kriminalisasi.
“Saya kira semakin kentara indikasi Presiden semakin kehilangan wibawa karena instruksinya diabaikan begitu saja oleh Polri,” ujar pengamat hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (2/5/2015).
Direktur Asia Pacific Law Institute & Constitutional Reform (Aplicore) UII tersebut menambahkan, Presiden Jokowi harus segera mengambil sikap tegas dan cepat terkait kisruh KPK-Polri, termasuk penetapan tersangka pimpinan KPK dan penangkapan penyidik KPK, Novel Baswedan.
“Bila hal itu tidak segera direspons cepat, wibawa dan citra Presiden Jokowi yang dalam janji kampanyenya akan memperkuat KPK, akan semakin anjlok karena mengecewakan publik. Apalagi, instruksi Presiden diabaikan begitu saja,” pungkasnya.
Seperti diberitakan, Novel Baswedan ditetapkan menjadi tersangka pada 2012 lalu, atas kasus penembakan seorang pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004 silam. Kejadian itu berlangsung saat Novel menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu.
Alasan penyidik Bareskrim menangkap Novel Baswedan di rumahnya, kawasan Kelapa Gading, Jakarta Timur pada Jumat, 1 Mei 2015 dini hari, karena dua kali mangkir dari panggilan tanpa alasan yang sah. (oke/put)