SUARA BEKASI, Cikarang Selatan: Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin, mengatakan persaingan tenaga kerja akan cukup keras di tahun 2015 mendatang. Apalagi adanya penerapan pasar bebas Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), akan berimbas pula kepada pencari kerja dalam negeri.
Hal itu dikatakan Bupati Bekasi di hadapan ratusan pencari kerja yang datang ke acara Job Fair 2014 yang diselenggarakan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bekasi di lapangan Masjid Kawasan Industri Ejip, belum lama ini.
“Penerapan MEA di tahun 2015 akan sangat keras dan ketat seiring pasar bebas, maka dari itu para pencari kerja harus siap menghadapi persaingan dengan pekerja asing,” ujarnya.
Dijelaskan Neneng, pasar bebas 2015 yang akan berlaku tidak hanya pada masalah perekonomian saja, tenaga kerja lokal pun harus siap bersaing menghadapinya.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi berusaha mendukung adanya progran 3 in 1 yakni keahlian, sertifikasi dan penempatanya agar kedepannya para pencari kerja di Kawasan industri sudah menyiapkan semuanya.
?Untuk mengantisipasi hal tersebut, Pemkab Bekasi mendorong kepada penyelenggara pendidikan untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik kepada muridnya ketika lulus dari sekolah.
Sebabnya, kata Bupati Neneng, penerapan MEA akan menciptakan persaingan yang cukup ketat dari pencari kerja luar negeri, kalau nantinya murid sekolah tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi, siswa bisa mengikuti program 3 in 1 sebagai langkah mendapatkan keahlian dan sertifikasi yang diakui.
“Dunia pendidikan Kabupaten Bekasi harus menyiapkannya dari sekarang program 3 in1, agar persaingan di bursa kerja tidak menggerus tenaga lokal khususnya,” tuturnya.
Pemkab Bekasi, sambung Neneng, berharap persoalan tenaga kerja lokal juga dipikirkan oleh para pemilik industri yang beroperasi di Kabupaten Bekasi. Karena persoalan tenaga kerja bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah setempat, tetapi adalah bagaimana persoalan pengangguran bisa berkurang dengan sedemikian rupa.
Untuk itu, pihaknya berharap kepada perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Bekasi untuk dapat membantu mewujudkan program pengurangan pengangguran yang selama ini menjadi beban Pemerintah Daerah. Kalaupun itu bisa disinergikan insya Allah program pengurangan pengangguran bisa berjalan sesuai keinginan bersama.
“Persoalan pengurangan pengangguran bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, tetapi pelaku usaha harus memikirkan juga bagaimana beban penggangguran bisa berkurang secara perlahan,” pungkasnya. [DED]
Persaingan Tenaga Kerja akan Semakin Meningkat
Menjelang pemberlakuan pasar bebas Asean pada akhir 2015 mendatang, persaingan bursa tenaga kerja akan semakin meningkat. Ini akan mempengaruhi banyak orang, terutama pekerja yang berkecimpung pada sektor keahlian khusus.
Berikut lima hal yang perlu diketahui dan antisipasi dalam menghadapi pasar bebas Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Apa itu Masyarakat Ekonomi Asean?
Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang.
Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.
Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.
Bagaimana itu mempengaruhi Anda?
Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya.
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menjelaskan bahwa MEA mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi perekrutan tenaga kerja asing.
“Pembatasan, terutama dalam sektor tenaga kerja profesional, didorong untuk dihapuskan,” katanya.
“Sehingga pada intinya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga asingnya.”
Apakah Tenaga Kerja Indonesia Bisa Bersaing?
Sejumlah pimpinan asosiasi profesi mengaku cukup optimistis bahwa tenaga kerja ahli di Indonesia cukup mampu bersaing.
Ketua Persatuan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan, misalnya mengatakan bahwa tren penggunaan pengacara asing di Indonesia malah semakin menurun.
“Pengacara-pengacara kita, apalagi yang muda-muda, sudah cukup unggul. Selama ini kendala kita kan cuma bahasa. Tetapi sekarang banyak anggota-anggota kita yang sekolah di luar negeri,” katanya.
Di sektor akuntansi, Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, Tarko Sunaryo, mengakui ada kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya kompetisi yang semakin ketat.
“Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan akuntan luar negeri,” ujarnya.
Bagaimana Indonesia Mengantisipasi Arus Tenaga Kerja Asing?
Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menyatakan tidak ingin “kecolongan” dan mengaku telah menyiapkan strategi dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja.
“Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asal buka, bebas tidak asal bebas,” katanya.
“Kita tidak mau tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualitas dan mampu, tetapi karena ada tenaga kerja asing jadi tergeser.
Sejumlah syarat yang ditentukan antara lain kewajiban berbahasa Indonesia dan sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam negeri.
Apa Keuntungan MEA bagi Negara-negara Asia Tenggara?
Riset terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan pasar tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar.
Selain dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara.
Pada 2015 mendatang, ILO merinci bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta.
Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta.
Namun laporan ini memprediksi bahwa banyak perusahaan yang akan menemukan pegawainya kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya pelatihan dan pendidikan profesi. [DED/KAR/NET]