
SUARABEKASI.ID, Cikarang Pusat: Kepala Bidang Kawasan Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan) Kabupaten Bekasi, Yayan Yuliandi, mengatakan Pemerintah Daerah setempat akan membangun ribuan jamban di rumah warga untuk mendukung program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku).
Menurutnya, pembangunan jamban di rumah warga ini merupakan hasil kajian yang dilakukan pada tahun lalu. Hasilnya lebih dari 10 ribu rumah warga di beberapa kecamatan se-Kabupaten Bekasi tidak memiliki jamban.
“Dari hasil kajian itu, lebih dari 10.000 rumah warga di beberapa kecamatan se-Kabupaten Bekasi tidak memiliki jamban dan akan dimulai pada pertengahan September tahun ini dengan mengalokasikan anggaran seebsar Rp 23,7 miliar,” ujar Yayan kepada wartawan, di kantornya, Jumat (27/08/21).
Baca juga: Selain Bedah Rumah, Pemkab Bekasi Punya Program ‘Bersekah’, Apa Itu?
Ia menjelaskan, jika masih banyak warga yang mengandalkan jamban ala kadarnya yang biasa dibuat di pinggir sungai atau kali. Di Kabupatenjamban yang biasa didirikan dengan menggunakan kayu dan karung itu disebut “helikopter”.
Berdasarkan kajian pihaknya, kata dia, pembangunan jamban di rumah warga mulai direalisasikan secara bertahap.
“Proyeksi pembangunan jamban ini sampai 2024. Jadi, sepanjang itu diharapkan penggunaan ‘helikopter’ ini sudah tidak ada lagi,” katanya.
Lebih jauh ia mengatakan, pembangunan jamban di rumah warga itu bersumber dari dua anggaran.
Pertama, Dana Alokasi Khusus (DAK) pemerintah pusat sebesar Rp 10,9 miliar untuk membangun 1.557 jamban di delapan desa pada tiga kecamatan.
“Kemudian APBD Kabupaten Bekasi 2021 sebesar Rp 12,8 miliar yang dialokasikan untuk membangun 930 jamban di tujuh desa dan tujuh kecamatan,” ungkapnya.
Baca juga: Kemen PUPR Sebut Puluhan Desa Masih Kumuh, Ini Kata Pemkab Bekasi
Masih menurutnya, pembangunan dari anggaran pusat dialokasikan Rp 7 juta per unit yang terdiri atas bangunan jamban tanpa atap, sedangkan pembangunan yang bersumber dari APBD Kabupaten Bekasi dialokasikan Rp 13 juta per unit, terdiri atas bangunan jamban serta saluran pembuangan dengan menggunakan konsep bio tank.
“Kalau yang APBD jambannya pakai atap. Kalau yang DAK, tidak pakai atap. Kenapa tidak pakai atap, karena memang anggaran dari pusatnya demikian. Jadi jangan sampai salah nanti warga yang menerima manfaat, misalkan jamban rumah A pakai atap tapi di rumah B tidak,” katanya.
Pihaknya, kata Yayan, mengarahkan penerima manfaat yang bersumber dari DAK agar membangun jamban di dalam rumah.
“Kalau yang pakai atap, jambannya mau di luar, ya silakan. Kalau yang tidak beratap, kami dorong agar di dalam rumah. Kalau warga mau menambah atap sendiri ya silakan, tapi tunggu sampai serah-terima,” katanya.
Ia menambahkan, pembangunan jamban ini diberikan kepada warga yang telah didata berdasarkan kajian sebelumnya, disertai bukti kepemilikan tanah penerima manfaat program tersebut.
“Kemudian pembangunannya juga swakelola dengan kelompok masyarakat sekitar. Warga penerima manfaat dapat mengawasi hasil pembangunan agar sesuai dengan yang dianggarkan,” pungkasnya. [MAN/KAB]